Definisi
Masjid ( مَسْجِد
) –dengan kasroh pada huruf jim- dalam bahasa Arab adalah isim makan(kata
keterangan tempat) dari kata ( سَجَدَ
– يَسْجُدُ – سُجُودًا , artinya bersujud)
yang menyelisihi timbangan aslinya yaitu ( مَسْجَد
) –dengan fathah pada huruf jim-.
Maka arti kata ( مَسْجِد ) adalah tempat bersujud, dan bentuk jamaknya adalah ( مَسَاجِد ). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Maka arti kata ( مَسْجِد ) adalah tempat bersujud, dan bentuk jamaknya adalah ( مَسَاجِد ). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
” … dan (seluruh permukaan) bumi ini telah dijadikan
untukku sebagai tempat bersujud dan alat bersuci.” (Muttafaq ‘alaihi)
Adapun menurut istilah yang dimaksud masjid adalah suatu
bangunan yang memiliki batas-batas tertentu yang didirikan untuk tujuan
beribadah kepada Allah seperti shalat, dzikir, membaca al-Qur’an dan ibadah
lainnya. Dan lebih spesifik lagi yang dimaksud masjid di sini adalah tempat didirikannya
shalat berjama’ah, baik ditegakkan di dalamnya shalat jum’at maupun tidak.
Allah berfirman,
” … , (tetapi) janganlah kamu campuri mereka (istri-istri
kamu) itu sedang kamu ber-i’tikaf dalam mesjid …” (QS. al-Baqarah:
187)
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan
Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping
(menyembah) Allah.” (QS. al-Jin:18)
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang
menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha
untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid
Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat
kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.”(QS. al-Baqarah:114)
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan
sholat, menuaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. at-Taubah:18)
Adapun kata “memakmurkan” adalah salah satu arti dari sebuah
kata dalam bahasa Arab yaitu ( عَمَرَ
– يَعْمُرُ -عِمَارَةً ) yang juga memiliki
banyak arti lain di antaranya: menghuni (mendiami), menetapi, menyembah,
mengabdi (berbakti), membangun (mendirikan), mengisi, memperbaiki, mencukupi,
menghidupkan, menghormati dan memelihara.
Dengan demikian, yang dimaksud “memakmurkan masjid” adalah membangun
dan mendirikan masjid, mengisi dan menghidupkannya dengan berbagai ibadah dan
ketaatan kepada Allah I, menghormati dan memeliharanya dengan cara
membersihkannya dari kotoran-kotoran dan sampah serta memberinya wewangian.
Bentuk-bentuk Memakmurkan Masjid dan Keutamaannya
Setiap muslim (khususnya kaum laki-laki) wajib memakmurkan
masjid-masjid Allah dengan berbagai ibadah dan ketaatan, karena padanya ada
keutamaan. Dan Allah menyifati orang-orang yang memakmurkan masjid-masjidNya
sebagai orang-orang mukmin, sebagaimana dalam firman-Nya,
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan
sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. at-Taubah:18)
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika kamu melihat
orang rajin mendangi masjid, maka persaksikanlah ia sebagai orang yang
beriman.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan beliau menghasankannya serta
yang lainnya. Didhaifkan oleh Syaikh al-Albani dalam Dha’if al-Jami’ no. 509).
Hadits ini dha’if, tetapi maknanya benar sesuai ayat di atas.
Semua bentuk ketaatan apapun yang dilakukan di dalam masjid
atau terkait dengan masjid maka hal itu termasuk bentuk memakmurkannya. Di
antaranya adalah:
1. Membangun/mendirikan masjid
Membangun masjid memiliki keutamaan yang besar sebagaimana
disabdakan oleh Nabi r,
“Barangsiapa
membangun masjid –karena mengharap wajah Allah- maka Allah akan membangunkan
untuknya yang semisalnya di dalam syurga.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim). Dan dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafal: “rumah di
dalam syurga.”
Namun keutamaan tersebut hanya bisa dicapai dengan ikhlas
semata-mata karena Allah dan mengharap wajah Allah sebagaimana teks hadits di
atas. Meskipun masjid yang dibangun itu berukuran kecil, karena dalam hadits
yang lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa
membangun sebuah masjid karena/untuk Allah walau seukuran sarang (kandang)
burung atau lebih kecil dari itu, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah
di dalam syurga.” (HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi dan dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 6128).
Adapun bila seseorang membangun masjid dengan tujuan ingin
dipuji oleh manusia atau hanya untuk berbangga-banggaan semata maka ia tidak
akan memperoleh keutamaan ini. Dan jika hal ini merajalela di tengah-tengah
manusia maka itu salah satu pertanda dekatnya hari kiamat. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah kiamat
akan tegak sehingga manusia berbangga-banggaan dalam (membangun)
masjid-masjid.” (HR. Ahmad, Abu Daud Ibnu Majah dan yang lainnya.
Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 7421)
2. Membersihkannya dan memberinya wewangian
Hal itu telah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagaimana diceritakan oleh ‘Aisyah )
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membangun masjid-masjid di
perkampungan-perkampungan, (lalu) dibersihkan dan diberi wewangian.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
kehilangan seorang wanita atau pemuda berkulit hitam yang biasa menyapu sampah
di masjid, beliau r pun bertanya tentangnya, dan dijawab bahwa ia telah
meninggal. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Tidakkah
kalian mengabarkan kepadaku?” Dia (Abu Hurairah t) berkata, “Seolah-olah
mereka meremehkan kedudukan wanita atau pemuda tersebut.” Maka Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Tunjukkan kepadaku kuburannya!” Mereka
pun menunjukkannya lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalatinya
(yakni shalat atas jenazahnya) dan bersabda,
“Sesungguhnya
kuburan ini penuh kegelapan bagi penghuninya, tetapi Allah meneranginya untuk
mereka dengan doaku buat mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dan ini
adalah lafal Muslim).
3. Dzikrullah, shalat dan tilawatul Qur’an
Perkara-perkara ini merupakan yang terpokok dari tujuan
dibangunnya masjid, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada seorang a’rabi (badui) yang kencing di salah
satu sudut masjid, setelah orang tersebut selesai dari kencingnya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata,
“Sesungguhya
masjid-masjid ini tidak pantas digunakan untuk tempat kencing dan berak, tetapi
hanyasanya ia (dibangun) untuk dzikrullah, shalat dan membaca al-Qur’an.”
Oleh karena itu masjid merupakan tempat yang paling dicintai
oleh Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tempat yang
paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan yang paling dibenci Allah
adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah t)
Dalam hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Sebaik-baik
tempat adalah masjid, dan seburuk-buruk tempat adalah pasar.” (HR.
At-Thabarani dan al-Hakim. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih
al-Jami’ no. 3271)
Adapun dzikrulllah maka ia merupakan amalan yang agung, dan
sebaik-baik tempat dzikrullah adalah masjid. Ketika Allah mencela orang-orang
yang menghalang-halangi manusia dari menyebut nama Allah di dalam
masjid-masjidNya, Allah menyebut mereka sebagai orang-orang yang paling aniaya.
Allah berfirman,
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang
menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha
untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid
Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat
kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.”(QS. al-Baqarah:114)
Maknanya bahwa orang-orang yang menghidupkan masjid-masjid
dengan dzikrullah dan memerintahkan manusia kepadanya merupakan sebaik-baik
amal dan jauh dari perbuatan aniaya.
Sedangkan shalat, khususnya shalat fardhu berjama’ah, di
dalam masjid memiliki keutamaan yang besar, diantaranya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa
berwudhu untuk shalat, lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian berjalan
menuju shalat fardhu, lalu dia shalat bersama manusia –yakni bersama jama’ah di
masjid-, niscaya Allah ampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim)
Apalagi shalat berjama’ah itu pahalanya berlipat ganda, dua
puluh lima atau dua puluh tujuh kali, dibandingkan dengan shalat bersendiri.
Sebagaimana dalam sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Shalat berjama’ah
itu lebih baik 27 kali lipat daripada shalat bersendiri.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar –)
Dalam riwayat ِal-Bukhari
dari Abu Sa’id al-Khudri t,
” … 25 kali lipat …”
Islam telah memotivasi setiap muslim untuk selalu mendatangi
masjid-masjid, dan seseorang yang hatinya telah terikat dengan masjid
ketika dia keluar darinya hingga dia kembali ke masjid (yakni selalu
menjaga waktu-waktu shalat berjama’ah di masjid) termasuk dari tujuh golongan
yang akan Allah naungi pada hari tiada naungan selain naungan-Nya. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tujuh
golongan yang akan Allah naungi mereka pada hari tiada naungan selain naungan
Allah yaitu: … -diantaranya-: “dan seorang yang terikat (hatinya) dengan masjid
ketika ia keluar hingga ia kembali ke masjid …” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim dari Abu Hurairah t)
Dan seorang yang pergi ke masjid pagi atau petang akan
memperoleh pahala yang besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa pergi
pagi hari ke masjid, atau petang hari, akan Allah sediakan untuknya tempat di
syurga setiap kali dia pergi (pagi atau petang hari).” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah t).
Dalam hadits lainnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Tidakkah kamu mau
aku tunjukkan apa yang dengannya Allah menghapus dosa-dosa dan mengangkat
derajat? Menyempurnakan wudhu dalam keadaan yang berat, memperbanyak langkah ke
masjid dan menanti shalat setelah shalat. Itulah penjagaan sesungguhnya, itulah
penjagaan sesungguhnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah t).
Masih banyak lagi keutamaan yang lain terkait dengan shalat
berjama’ah di masjid.
Adapun membaca al-Qur’an dan mempelajarinya bersama-sama di
dalam masjid juga telah disebutkan keutamaannya oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
” … dan tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah
Allah (masjid), untuk membaca Kitabullah (al-Qur’an) dan mempelajarinya di
antara mereka melainkan akan turun ketentraman kepada mereka, rahmat akan
menyelimuti mereka, para malaikat menaungi mereka dan Allah akan
menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat di sisi-Nya … ” (HR.
Muslim dari Abu Hurairah t)
Dan semua halaqah ilmu yang bermanfaat termasuk dalam keutamaan
tersebut. Bahkan orang-orang yang menuntut ilmu di majelis-majelis ilmu di
dalam masjid, terutama di Masjid Nabawi, bagaikan mujahid di jalan Allah. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda,
“Barangsiapa
datang ke masjidku ini, tidak lain kecuali untuk mempelajari kebaikan atau
mengajarkannya, maka dia bagaikan mujahid di jalan Allah, sedangkan yang datang
untuk selain itu maka bagaikan orang yang cuma melihat-lihat harta orang lain.” (HR.
Ibnu Majah dan al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dan dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam al-Misykat)
Dan secara umum setiap orang yang menuntut ilmu maka seperti
mujahid di jalan Allah. Nabi r bersabda,
“Barangsiapa
keluar untuk menuntut ilmu maka dia di jalan Allah hingga pulang kembali.” (HR.
At-Tirmidzi dan beliau menghasankannya. Hadits ini hasan li ghairihi
sebagaimana dikatakan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no. 88)
Wallahu a'lam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan pesan Anda untuk menjadi lebih baik.